Senin, 23 Juni 2008

Bridge To Terabithia

Bridge to Terabithia adalah film karya Walt Disney Pictures yang sebenarnya dikhususkan buat anak-anak. Namun, sebagian filmnya disisipkan kisah dan pesan filosofis tersendiri tanpa nada menggurui dan enak juga ditonton untuk semua kalangan. Alkisah, Jess anak lelaki satu-satunya dalam sebuah keluarga. Ia digambarkan pendiam, selalu diganggu teman-temannya, dimarahi orang tuanya, sedikit pemarah, namun suka menggambar. Suatu hari, sekolah mereka kedatangan murid cantik bernama Leslie Burke yang cerdas, atraktif, serba bisa, dan imajinatif.

Mereka berdua berkawan akrab terlebih karena Leslie ternyata menjadi tetangga baru Jess. Berpetualang di daerah hutan, mereka menemukan dunianya sendiri dalam bermain, mencipta karakter-karakter tertentu, dan menamakan wilayah mereka sebagai Terabithia. Inti cerita ini sebenarnya simpel, namun dideskripsikan panjang dan bertele-tele. Pada menit awal, saya belum mampu menduga akhir cerita ini. Baru ketika menginjak akhir, saya tahu ada beberapa hal yang bisa dipetik, antara lain tentang persahabatan dan pesan “Janganlah takut untuk mencipta imajinasimu dengan membiarkan pikiranmu terbuka”.

Menonton film ini, ingatan saya melambung pada masa kecil dimana juga memiliki teman-teman sepermainan yang juga mencipta visual imajinatif yang terkadang berlebihan. Maklum, sebagai penyuka komik, cerita anak-anak, dan novel, imajinasi saya bahkan tiba pada satu titik yang tidak terduga sebelumnya. Anehnya, seringkali imajinasi saya gunakan dalam mencipta hubungan-hubungan parallel antara komunikasi dengan kawan, guru, menghafal pelajaran, bahkan melakukan aktivitas lainnya. Kok jadi ngomongin diri sendiri?

Aha, Leslie tampil begitu menggemaskan, mengagumkan, dan mencipta sensasi tersendiri. Memandangnya, mendadak saya ingat pada wajah Keira Knightley sewaktu kecilnya, mirip sekali, bahkan juga sifat-sifatnya. Apa mereka bersaudara? I dunno well, sayang sekali kelincahannya ditutup secara dramatis, tragis sekaligus ironis. Dia meninggal dalam permainan, sementara Jess pergi ke museum. Anehnya, saya juga merasakan kehilangannya sebagai teman secara mendadak. Entah, sensasi apa ini. Apakah ini isyarat bahwa saya juga ditinggal pergi?

Walah-walah, sebuah persahabatan yang indah akhirnya ditutup secara mengenaskan. Bayangan saya, mungkin sekali film ini ingin menegaskan, khususnya pada anak-anak bahwa kematian sahabat bukanlah kesalahan kita sendiri. Melainkan, sudah seharusnya ia pergi. Kepergian mereka merupakan suatu takdir yang harus diterima. Dan, meskipun mereka telah tiada namun kenangan-kenangannya tidak akan pupus ditelan waktu.

Oke, terkait dengan nilai filosofis, ada beberapa yang terlontar dari Leslie, seperti biarkan pikiranmu terbuka. Namun, ada juga yang terkesan dangkal. Seperti halnya sewaktu mereka berbincang tentang alkitab, yesus, dan neraka. Penolakan Leslie akan nilai alkitab dan neraka sebenarnya bisa memancing diskusi lebih lanjut. Namun, perbincangan ini terputus begitu saja tanpa ada kelanjutan. Lebih baik jika ditiadakan saja seharusnya.

Tidak ada komentar: